Rabu, 12 Januari 2011

ADZAB ALLAH DI MASA DEPAN

Dalam QS.al-An’am, 6:65-67 Allah berfirman:
Artinya : Katakanlah, Dia Maha Kuasa untuk mengirimkan atas kamu adzab, dari atas kamu atau dari bawah kaki kamu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami jelaskan tanda-tanda Kami silih berganti agar mereka memahami sedang kaummu mendustakannya, padahal ia benar adanya. Katakanlah, Aku bukanlah seorang wakil atas kamu. Untuk tiap-tiap berita ada waktunya dan kelak kamu akan mengetahui.
Ayat diatas berlaku secara umum untuk semua manusia, meskipun sebab nuzulnya turun berkaitan dengan peringatan kepada orang-orang musyrik Makkah dan bantahan terhadap mereka atas sikap keangkuhan dan kesombongan yang ditunjukkan kepada Nabi Muhammad. Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan anugerah penyelamatan kepada mereka, yang dapat melahirkan dalam benak kaum musyrik bahwa mereka telah luput dari bahaya, padahal keterhindaran dari satu bahaya bukan jaminan keterhindaran dari bahaya lain. Dengan ayat diatas Allah mengancam mereka melalui perintah-Nya kepada Nabi Muhammad, katakanlah wahai Muhammad, “hai kaum musyrik, jangan angkuh, jangan lupa, jangan juga merasa bahwa bahaya tidak akan menimpa kamu,karena Allah Maha Kuasa untuk mengirimkan kapan saja dan dimana saja atas kamu adzab yang amat pedih dan tidak dapat kamu elakkan yang datangnya dari arah atas kamu seperti guntur, kilat, atau angin ribut; atau dari arah kaki kamu, seperti gempa dan banjir, atau Dia mencampurkan kamu, yakni memecah belah masyarakat kamu dalam golongan-golongan yang saling bertentangan dan akibatnya kamu saling bermusuhan, sehingga sebagian kamu merasakan keganasan sebagian golongan masyarakat kamu yang lain”. Berdasarkan kaidah “al-Ibrat bi ‘Umum al-Lafdl la bi khushush al-Sabab” (yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah keumuman lafal, bukan sebab khusus), maka ayat ini berlaku secara umum.
Sementara ulama berpendapat bahwa adzab yang dari atas adalah siksa akibat kekejaman atau perlakuan para pemimpain masyarakat dan penguasa; sedang adzab yang dari bawah adalah siksa yang datangnya dari anggota masyarakat yang lemah tapi bejat, seperti teror para preman atau perampok, dan tipu daya para pencuri. Rasyid Rida dan al-Thabathaba’i menyebut pendapat lain, yaitu pesawat tempur dan roket untuk makna siksa dari atas, dan kapal-kapal selam, bom, dan semacamnya untuk siksa dari bawah. Keganasan masyarakat yang satu atas lainnya dalam bentuk pembunuhan dan penghancuran yang tidak ada bandingannya yang belum dikenal sebelumnya. Semua jenis adzab di atas dicakup oleh lafal “adzab” dalam bentuk nakirah dalam ayat di atas.
Firman Allah yalbisakum (mencampurkan kamu), pencampuran itu terjadi antar sesama mitra bicara (kamu). Tentu saja bukan jasmani mereka yang bercampur baur, tetapi keadaan dan kepentingan mereka, yakni tujuan mereka beragam dan kemaslahatan yang mereka cari berbeda-beda. Ini mengakibatkan perselisihan dan dan pertengkaran, yang pada gilirannya mengakibatkan perkelahian dengan menggunakan segala macam cara, alat, dan senjata.
Kata syiya’an adalah bentuk jama’ dari kata syi’ah, yakni kumpulan dari sekian banyak manusia yang memiliki dalam keberkumpulan itu persamaan, misalnya agama, atau ideologi, atau tujuan. Kata ini juga dipahami dalam arti pengikut dan pendukung. Akibat munculnya banyak syi’ah/ kelompok yang saling bertentangan maka lahirlah keganasan, seperti yang disebut oleh lanjutan penggalan kata syiya’an di atas. Lahirnya kelompok-kelompok yang bertentangan dalam satu masyarakat melahirkan kebingungan dan keresahan, bila setiap kelompok memiliki media untuk menyebarkan ide-idenya sambil menjelekkan lawan-lawannya sebagaimana yang terjadi dewasa ini dalam masyarakat, maka keresahan dan kegelisahan tidak akan melahirkan kesejahteraan dan kemajuan, baik buat pribadi maupun masyarakat. Ini pada gilirannya melemahkan ummat, sehingga kalaulah keganasan tidak datang antara sesama mereka, maka penindasan, penjajahan dalam bentuk jelas atau terselubung akan datang dari luar mereka.
Ibn Katsir mengutip hadis dari Imam Muslim melalui Sa’d ibn Abi Waqqash bahwa suatu ketika Nabi ke suatu tempat dan mampir melaksanakan shalat dua raka’at di masjid Bani Mu’awiyah. Nabi berdoa cukup panjang, lalu menyampaikan berita, katanya “Aku bermohon kepada Tuhanku tiga hal, dua dikabulkan untukku, dan satu dihalangi-Nya. Aku bermohon agar ummatku tidak binasa karena paceklik, dan ini dikabulkan-Nya; dan aku bermohon agar ummatku tidak binasa karena bencana banjir. Inipun dikabulkan. Dan aku bermohon agar Dia tidak menjadikan keganasan terjadi antar mereka, tetapi ditolak-Nya”.
Bukti kebenaran ajaran agama beraneka ragam, sekali waktu berkaitan dengan fenomena alam, kali lain dengan pengalaman generasi terdahulu, atau dengan bukti-bukti kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia. Kali yang lain pula dengan uraian yang dikukuhkan nalar yang kuat dan emosi yang sehat dan pergantian ancaman siksa yang mengerikan dengan janji ganjaran yang menggembirakan. Semuanya dipaparkan dengan cara yang dapat dipahami oleh kebanyakan dan dapat juga dianalisis secara mendalam sehingga memuaskan cerdik cendekia.
Ayat di atas berbicara tentang sesuatu yang masih mubham (tidak jelas) yang hikmahnya agar makna lafal tersebut bersesuaian dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa datang, atau tersingkap maknanya bagi manusia yang dahulunya masih tersembunyi. Disebutkan bahwa salah satu sifat Al-Qur’an adalah tidak akan habisnya keajaiban-keajaiban yang dikandungnya, diantaranya ada berita penting tentang orang-orang pada zaman diturunkannya beserta orang-orang yang bersama mereka, dan berita tentang orang-orang yang datang kemudian setelah masa turunnya. Diantara berita-berita yang yang belum tersingkap pada zaman turunnya Al-Qur’an, antara lain keadaan buah-buahan berpasangan ada jantan dan betina (al-Ra’d, 13:3). Segala sesuatu diciptakan berpasangan (al-Dzariyat, 51:49), dan keadaan segala angin mengawinkan tumbuh-tumbuhan (al-Hijr, 15:22). Dahulu oleh para ulama ayat-ayat tersebut dipahami dalam arti majazi (kiasan), tetapi pada masa modern ini ulama telah menemukan kebenaran yang lebih signifikan dengan uraian Al-Qur’an.
Ayat di atas berbicara tentang berlakunya sunnatullah kepada manusia, termasuk kepada ummat Islam, sebagaimana sunnah itu telah berlaku pula kepada Ahl al-Kitab, yaitu tertimpa adzab karena sebab perselisihan dan perpecahan. Perselisihan dalam agama kemudian diikuti dengan perpecahan dalam aneka madzhab dan kelompok, kekuasaan, dan politik yang menyeret kepada permusuhan dan pembunuhan (peperangan). Inilah adzab yang akan menimpa orang-orang yang mengakui Kitab Suci dan membenarkan kenabian, yang disiksa karena dosa-dosa yang mereka lakukan.
Sebagai penjelasan atas ayat di atas, Rasyid Rida mengutip hadis dari Muslim melalui Tsauban bahwa Nabi bersabda “Sesungguhnya Allah membentangkan kepadaku bumi sehingga aku melihat bagian Timur dan Barat, dan ummatku akan mencapai kekuasaanya sebagaimana yang ditampakkan kepadaku, dan aku diberi dua simpanan merah dan putih, dan aku bermohon kepada Tuhanku untuk ummatku agar tidak dihancurkan dengan sunnah ‘ammah dan tidak dikuasai musuh selain dari diri mereka yang akan merampas kemulyaan, kekuasaan, dan sumber kekuatannya, sehingga sebagian mereka menghancurkan sebagian lainnya dan sebagian menawan sebagian lainnya”. Kebenaran dari sabda Nabi ini telah menjadi kenyataan dalam perjalanan sejarah Islam sejak masa klasik sampai masa modern, yaitu wilayah kekuasaan Islam dahulu menjangkau daerah yang sangat luas, mulai dari Asia, Afrika, dan sebagian Eropa. Tetapi kini telah hilang kembali karena sebab pertikaian internal, perpecahan, dan intervensi asing ke dalam kekuasaan Islam.
Dalam hadis lain riwayat Abu Daud dari Tsauban Rasul bersabda “Hampir-hampir manusia berkumpul untuk mengeroyok kamu seperti orang-orang berkumpul mengelilingi periuk nasi, lalu Sahabat bertanya, apakah karena kami sedikit jumlahnya waktu itu? Nabi bersabda, bahkan kamu waktu itu banyak jumlahnya tetapi kamu seperti buih; Allah akan mencabut rasa takut musuhmu dan Dia melempar kelemahan dalam hatimu.. tanya Sahabat, apa kelemahan itu wahai Rasul? Kata Rasul, cinta dunia dan enggan mati”.
Kondisi buruk ummat Islam disebabkan karena berbagai faktor internal dan eksternal , serta pemahaman yang buruk tentang teks-teks agama, khususnya setelah Islam mengalami kemunduran. Hadis-hadis di atas merupakan rambu-rambu dari Nabi agar ummat Islam waspada terhadap berbagai ancaman yang mungkin menimpa, sehingga dapat menghindar darinya. Jangan malah dipahami sebaliknya bahwa itu semua merupakan ramalan Nabi yang pasti akan terjadi pada ummat Islam, dan merupakan taqdir Allah yang tidak bisa dihindari.


Rujukan :
  1. Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Manar, juz VII, hal.489-503.
  2. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz IV, hal.138-141, 98-101.


3 komentar:

  1. tafsiran ayat yang tentang allah menyuruh malaikat menyembah adam n mereka menyembah tapi iblis tidak tu dunk...tu kan klo iblis diluar cakupan kata malaikat, berarti mereka memang tidak diperintah Allah untuk menyembah, cz dalam ayat tersebut allah memerintah malaikat untuk menyembah...hehehe...ditunggu....


    oia..buku tafsir apa yang enak di jadiin referensi selain Al mishbah??? *cairo mau ada book fair..hehe

    BalasHapus
  2. tunggu aja, sementara kita masukkan tulisan yg sdh ada dulu.

    BalasHapus
  3. masukan buku tafsir apa dunk.....hihihih

    BalasHapus